Jika Kematian Tidak Bisa Membuatmu Terjaga

Osho – Kau telah kehilangan malam hari; dan kau tidak dapat bangun di malam hari. Tapi itu masih bisa dimaafkan; malam hari dan kau tidur. Tapi kau tidak bisa dimaafkan jika kematian telah datang menjelang– sekaranglah saatnya untuk bangun dan terjaga! Dan jika kematian tidak bisa membangunkanmu, lantas apa lagi yang bisa membangunkanmu?

Tetapi seseorang bisa terjaga di saat kematian hanya ketika dia telah bekerja keras untuk terjaga dalam hidupnya, jika hidupnya merupakan usaha yang terus menerus untuk menemukan pusat di dalam dirinya, sebuah usaha yang yang tak kenal lelah untuk mengetahui “Siapakah Aku?” Hanya jika demikianlah maka ketika kematian datang menjelang…dan kematian adalah sebuah kejutan luar biasa! Ia datang untuk memporak-porandakan segala yang pernah engkau bangun. Ia datang untuk mengambil semua yang kau pegangi erat-erat; ia memisahkanmu dari kepemilikanmu. Kematian meninggalkanmu dalam keadaan telanjang bulat dan sendirian. Jika kematian tidak bisa membuatmu terjaga, maka berarti kau benar-benar tertidur pulas– kamu dalam keadaan koma. Dan seperti itulah keadaan sebagian besar manusia.

Setiap hari jutaan orang mati. Mereka hidup dalam kegelapan. Mereka mati dalam kegelapan. Mereka hidup dalam mimpi, mati pun masih bermimpi. Mereka hidup dengan kebodohan, mati pun dengan kebodohan. Mereka melewatkan semua kesempatan. Ada tiga kesempatan agung dalam kehidupan. Yang pertama adalah saat kelahiran. Hanya sesekali saja manusia yang begitu bijak yang bisa memanfaatkan waktu lahir ini– sangat jarang terjadi. Salah satunya mungkin Lao Tzu– begini kisahnya:

Dikisahkan bahwa Lao Tzu tinggal di dalam rahim ibunya selama delapan puluh dua tahun. Pasti anda bilang tidak masuk akal, tetapi cerita ini memuat sebuah kebenaran di dalamnya. Ini bukan kisah faktual, tetapi terdapat kebenaran di dalamnya. Dan di sinilah letak perbedaan cara berfikir Barat dari cara berfikir di Timur. Jika anda menceritakan kisah ini pada orang yang berpola pikir Barat, maka ia akan mengatakan, ” Tidak mungkin. Bagaimana bisa seseorang tinggal selama delapan puluh dua tahun di dalam rahim ibunya? Lantas apa yang terjadi pada sang ibu? Delapan puluh dua tahun? Tidak bisa dipercaya; cerita itu pasti bukan cerita historis.”

Cara berpikir Barat akan segera menanyakan segala yang terkait dengan fakta dari sebuah fenomena– tetapi kisah ini adalah sebuah perumpaan! Ia tidak ada kaitannya dengan fakta; manun ia sudah pasti terkait dengan kebenaran. Kebenaran hanya bisa diekspresin melalui metafora, melalui puisi, dan bukan sejarah. Kisah ini adalah puisi, murni puisi, dan puisi yang memiliki kedalaman yang luar biasa.

Artinya bahwa ketika Lao Tzu lahir, ia sudah begitu dewasa, begitu matang, sehingga ia bisa menggunakan kesempatan pertama tersebut untuk terjaga. Normalnya butuh waktu delapan puluh dua tahun bagi seseorang untuk terjaga, dan bahkan dari standar yang normal tersebut, berapa orang yang terjaga? Manusia bisa terjaga saat kematian, tetapi berapa banyak? — Hal itu pun juga merupakan kejadian yang sangat langka.

Lao Tzu pastilah manusia dengan intelejensia yang luar biasa, yang pasti ia telah membawa kebijaksanaan serta intelejensia tersebut dari banyak masa kehidupan sebelumnya– mungkin hanya sedikit saja yang terlewatkan dari masa kehidupannya yang lalu. Dan ia pun menggunakan kesempatan tersebut. Dan kesempatan pertama adalah saat ia dilahirkan. Dan saat kelahiran sama pentingnya dengan saat kematian. Saat kelahiran juga bisa berarti saat kematian, karena sang anak menjalani sebuah kehidupan di dalam rahim ibunya, sebuah jenis kehidupan, dan sang anak keluar dari kehidupan itu ketika ia dilahirkan. Lao Tzu ingin tetap berada di dalam rumah lamanya yang mana ia telah tinggal di dalamnya selama sembilan bulan, dan begitu damainya, begitu heningnya, tanpa sedikitpun rasa khawatir, tanpa tanggung-jawab, dalam kehangatan yang begitu nyaman.

Dia tetap berada di dalam rahim ibunya dan tidak mau keluar. Ia merasakan kelahiran sebagai kematian, dan hal ini alami– karena apa yang ia tahu tentang hal-hal yang akan terjadi setelah ia lahir? Satu hal yang pasti: rumahnya tengah dihancurkan; ia tengah dipaksa keluar dari semua rasa aman dan nyaman yang tengah ia rasakan. Ia tahu bahwa ia tengah mengalami kematian! Maka ia trauma dengan kelahiran– karena baginya kelahiran adalah kematian. Ia pun mati dan terlahir kembali.

Lao Tzu menggunakan kesempatan pertama tersebut. Dan hal yang sama juga terjadi pada Zarathustra, sebuah kisah indah yang lain. Di kisahkan bahwa Zarathustra adalah satu-satunya anak dalam sejarah manusia yang tertawa ketika dilahirkan. Anak-anak menangis, mereka tidak tertawa– dan Zarathustra tertawa– pastinya ia membuat terkejut ibunya… dan tawanya benar-benar tawa terbahak-bahak. Pasti dia telah menggunakan kesempatan pertama tersebut untuk terjaga.

Dua jiwa ini telah menggunakan kesempatan pertama tersebut. Guncangan pertama dalam hidup mereka, dan mereka pun terjaga. Kesempatan kedua dalam hidup untuk terjaga adalah cinta. Sedikit orang yang terjaga melalui pengalaman cinta. Dan kesempatan kedua ini bisa diraih oleh lebih banyak orang ketimbang kesempatan pertama dan ketiga– karena saat kelahiran menjadi saat di mana manusia manjadi sama sekali tidak sadar dan demikian pula saat kematian, tetapi cinta dapat membawa secercah kesadaran ke dalam hatimu.

Maka dari itu aku terus mendengung-dengungkan cinta– dan demikian pula yang dilakukan Kabir, karena inilah kesempatan yang bisa digunakan oleh banyak orang untuk terjaga. Jika kau mencinta, kau mesti melepaskan egomu– dan itu berarti kematian, kematian bagi egomu. Jika kau mencinta kau akan harus belajar caranya untuk meleleh, untuk hanyut, untuk lenyap… Jika kau mencinta kau harus tahu bahwa ada yang jauh lebih berharga daripada logika, dan perhitungan… ada yang jauh lebih berharga ketimbang uang, kepemilikan, dan kekuasaan. Jika kau mencinta, kau akan dapt melihat kilas keilahian. Dan jika kau menyelami cinta lebih dalam, maka kau akan mulai memasuki kuil Tuhan– itulah sesempatan yang kedua. Dan masyarakat telah menghancurkan kesempatan kedua tersebut.

Kesempatan pertama memang sangat jarang, tetapi kesempatan kedua ini seharusnya bisa digunakan oleh semua orang– yang sayangnya kesempatan ini pun dihancurkan oleh masyarakat. Cintamu telah terkontaminasi. Kau telah tumbuh dalam rasa takut, dan bukan dalam rasa cinta. Kau tumbuh untuk bertarung, dan bukan untuk mencinta. Kau telah tumbuh begitu rupa sehingga seolah-olah seluruh keberadaan adalah musuhmu, dan bukan sahabatmu– bagaimana kau bisa mencinta? Hidup telah dibuat oleh masyarakat menjadi sesuatu yang mustahil untuk dijalani.

Satu-satunya kesempatan manusia untuk berpaling pada keagamaan, satu-satunya kesempatan bagi revolusi dalam hidup manusia telah dihancurkan oleh masyarakat, oleh lingkungan. Masyarakat manusia begitu takutnya kepada cinta sehingga tidak takut pada apa pun seperti takut kepada cinta. Cinta adalah hal yang paling potensial sekaligus paling berbahaya bagi apa yang kau sebut sebagai masyarakat, karena cinta akan membuatmu terjaga, cinta akan menyetir hatimu. Dan manusia akan mulai hidup di dalam hatinya, dan mereka tidak akan mendengarkan pikiran mereka. Dan ketika mereka tidak mendengarkan pikiran mereka maka masyarakat akan kehilangan pijakannya; mustahil untuk menguasai orang-orang yang hidup di dalam hatinya. Karena hanya pikiran saja yang bisa dikuasai, hanya pikiran saja yang bisa direduksi menjadi budak. Hati selalu menjadi raja, menjadi tuan.

Dan kesempatan ketiga adalah saat kematian– kesempatan terakhir. Jika kau telah melewatkan saat kelahiran, jika kau telah melewatkan cinta, maka jangan lewatkan saat kematian. Paling tidak saat yang terakhir ini tidak terlewatkan.

Translated by Rahmad Darmawan from http://www.oshoteachings.com/osho-if-even-death-cannot-wake-you-up-then-what-is-going-to-wake-you-up/